Chapter #2
Vector of Fate#2
Menghakimi murid-murid bandel memang bukan perkara yang mudah, dan Guru Park sudah berjanji pada diri sendiri untuk tidak bersikap kasar pada murid, hanya saja kali ini berbeda. Ia memandangi dua belas muridnya yang senantiasa menundukkan kepala mereka, entah kenapa dengan melihat saja sudah membuat hati Guru Park jengkel.
Dua belas murid ini, (sepertinya) secara tidak disengaja terlambat di hari pertama sekolah mereka. Mungkin kelihatannya sedikit normal, namun suatu faktor yang mungkin membuat sang Guru berpikir kalau hal ini sangat konyol sampai-sampai tidak pernah terbaca ekspresi ramah di wajahnya.
Guru Park menghela nafasnya. “Terlambat di hari pertama ya?”
Bukannya menjawab, siswa-siswi itu malah saling melirik dalam diam.
“Baiklah. Tolong jelaskan kenapa kalian bisa terlambat. Dimulai dari kau.. Park Jimin”
Orang yang dipanggil langsung mendongakkan kepalanya, terdiam selama beberapa saat selagi pikirannya sedang berperang, apakah dia harus menjawab jujur? Sebelum kening gurunya semakin berkerut, dia mengambil nafas dalam-dalam.
“Maafkan saya seonsangnim. Tadi saya sibuk mencari kacamata, tapi sampai sekarang juga belum ketemu”
Sebenarnya Jimin lebih mengharapkan ekspresi datar dari gurunya, tapi yang ada dia malah membaca ekspresi bingung yang membuatnya menelan ludah.
“Kacamata?”
“Ya..”
“Apakah itu yang kau pakai di kepalamu?”
“Eh....?”
Pertanyaan (atau mungkin seharusnya pernyataan) itu seperti menghantam Jimin, dengan gugup dia meraba kepalanya, benar saja disana bertengger sebuah kacamata yang sedari tadi dia cari-cari seperti orang kesetanan. Lelaki itu memandang kacamatanya dengan gamang, ekspresinya kosong tapi dalam hati dia sangat ingin mematahkan benda yang sedang dia pegang sekarang.
Di sisi lain, Guru Park hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya, alasan dari murid pertama sudah menimbulkan pemikiran untuk tidak mengurus murid-murid ini lagi.
“Mari kita selesaikan ini dengan cepat, selanjutnya Song Rahee”
Panggilan mendadak itu menyadarkan Rahee dari lamunannya, dia tadi sibuk menyelam dalam pikirannya melihat kecerobohan Jimin sementara yang lain sepertinya menahan tawa mereka.
“Um.. traffic jam”
“Jung Hyeso?”
“Ah, saya lupa memasang alarm..”
“Listrik di rumah mati“ –Jung Hoseok
“Saya bangun kesiangan” –Jeon Jungkook
“Sibuk memasak“ –Kim Seokjin
“Ketinggalan bus” –Kim Hani
“Kesiangan“ –Kim Namjoon
“Mengantri di toko“ –Park Choonhe
“Kesiangan..“ –Lee Hwarin
“Bangun kesiangan“ –Kim Taehyung
“Ban sepeda bocor“ –Min Yoongi
“Cukup. Hukuman untuk kalian, bersihkan taman, gudang dan toilet. Aku akan membagi kalian menjadi tiga kelompok”
***
“Tadi aku melihat berita penampakan UFO lagi!”
“Jinja!? Dimana?”
Selagi Taehyung dan Hoseok mengoceh sembari merapikan buku-buku tua di rak, Hyeso memandang kedua makhluk tersebut dengan tatapan aneh. Dia lalu mendekati temannya yang sedang sibuk menyapu.
“Rahee-ya” Panggil Hyeso dengan sedikit berbisik, supaya suaranya tidak terdengar orang lain.
“Ne?”
“Apa kau dengar obrolan dua orang disana itu?”
“Tentu saja dengar, suara mereka keras sekali”
“Apa kau tidak merasa aneh?”
Awalnya, Rahee menjawab pertanyaan-pertanyaan Hyeso tanpa menoleh sedikitpun, dia tahu itu perbuatan yang sedikit tidak sopan tapi dia sedang sibuk dengan debu dan kotoran yang menumpuk di bawah lemari berisi tropi-tropi tua. Tapi setelah Hyeso melontarkan pertanyaan barusan, Rahee langsung menghentikan kegiatannya dan berbalik menatap temannya itu.
“Kukira hanya aku yang berpikir begitu..”
Sebagaimana dua orang perempuan yang menyadari kalau isi pikiran mereka sama persis, Hyeso dan Rahee tertawa kecil, memecah keheningan di Gudang yang sunyi itu.
Di ujung lain ruangan, dua lelaki yang sudah menghentikan percakapan mereka karena Hoseok yang merasa penampakan di Kangwondo Yanggu sudah terlalu mainstream, menangkap suara tawa para perempuan itu dan sontak menoleh. Namun, pemikiran Kim Taehyung tidak se-simple untuk menganggap mereka tertawa karena hal yang biasa.
Baru saja dia akan memanggil Hoseok, tapi orang yang akan dipanggil sudah membuka pembicaraan lebih dulu.
“Taehyung-ah, apa mereka menertawakan kita?”
Sebenarnya pertanyaan itu berada diluar dugaan Taehyung, jadi satu-satunya kalimat yang menjadi jawabannya hanyalah, “Mwo!? Wae?”
“Menurutmu kenapa lagi mereka tertawa?”
“Aniya, untuk apa juga mereka menertawakan kita?”
“Yah, kau tahu lah bagaimana perempuan”
“Bagaimana? Aku tidak tahu..”
Hoseok menepuk dahinya, sekali lagi merasa heran kenapa dia bisa berteman dengan Taehyung, orang hiperaktif yang berpikiran rumit sekaligus polos dan memiliki ketertarikan pada hal-hal berbau alien.
Dia kemudian mengambil nafas bersiap menjelaskan ‘beberapa-keanehan-perempuan’ pada Si Polos Kim Taehyung.
“Dengar, perempuan itu―”
“HUWAAA APA ITU―!!”
Kalau boleh jujur, Hoseok marah karena kuliah singkatnya terpotong oleh teriakan seseorang yang setelah ditengok ternyata adalah Jung Hyeso. Jarang-jarang dia bisa membagi ilmunya secara cuma-cuma pada khalayak umum, orang macam apa yang berani memotong perbuatan baik semacam itu?
Orang pertama yang merespon teriakan Hyeso adalah Rahee. “Apa?? Ada apa Hye???”
“I-itu..” Hyeso menunjuk seekor serangga yang merayap di pintu lemari dengan takut.
“Kecoa ya? Kurasa bisa kupukul dengan ini..”
Rahee menggenggam erat gagang sapu yang dibawanya, setelah menyuruh Hyeso mundur sedikit dia melayangkan ujung sapu itu ke arah lemari tempat serangga tersebut hinggap.
BRAK!
....
“Apa aku berhasil mengenainya?”
“Sepertinya berha―”
“―AAAAAAAA!!”
Memang sejak awal Rahee cuma pembunuh serangga amatiran, dia pun lebih terbiasa memukul dengan sapu lidi. Alhasil kali ini pukulannya meleset, dan yang lebih buruk lagi ternyata serangga itu bukan kecoa biasa, melainkan spesies kecoa yang bisa mengepakkan sayap layaknya kupu-kupu.
Reflek kedua perempuan ini berteriak lalu berlari keluar ruangan, kemanapun asal jauh-jau
Comments